Kali ini saya akan berbagi ,sedikit cerpen yang mungkin anda cari......semoga beruntung!!!!!!!!!!!!!
Langsung saja ni dia cerpennya......>
SANDAL JEPIT MERAH
Senja memerah. Langit sajdikan semburat
jingga yang berkobar di batas horison. Sesaat lagi malam akan menebarkan
keremangan yang membaur bersama napas kesunyian. Perlahan, alam mulai
melepaskan diri dari jeratan hari. Seakan jemu menimbun lelah, bumi mulai
meredupkan kehidupannya. Aroma sepi mulai menyebar ke setiap celah uadara.
Berbondng-bondong angin malam mulai menjalankan tugasnya menyelimuti semesta
hitam. Malam pun menetes.
Di salah satu sudut remang, seseorang
perempuan tua berselonjor diatas sebuah bangku bambu. Dipijatnya urat-urat kaki
yang menegang akibat rutinitas melelahkan sehari ini. Kulit-kulit keriputnya
seakan bicara tentang lelah yang telah menggunung seperti tumpukan sampah
yang ada di belakang gubuk reyotnya. Matanya layu dan redup. Sepasang mata itu
digendong kantung mata kehitaman yang makin melebar. Sesekali di kedipkan
dalam-dalam, sebagai cara untuk memperjelas apa yang menghampar di hadapannya.
Tetapi percuma saja. Matanya telah tua setua perjalanan kepedihannya yang
menahun, dari perempuan itu tak mampu lagi menikmati tarian kunang-kunang yang
muncul sebagai teman dalam pekat malamnya.
Sepasang Sandal jepit tipis berwarna merah tergeletak begitu saja
dibawah bangku bambu. Sandal itu dihinggapi lubang disana-sini. Tak hanya itu,
sandal tua itu pun dihinggapi bercak bercak kecokelatan. Seperti darah yang mengering.Ya,darah! Bahkan diatas permukaan salah
satu sandal itu masih terdapat darah segar. Darah itu muncratan dari kakinya.
Di kakinya masih terdapat serpihan pecahan kaca yang belum sempat dibersihkan.
Pecahan kaca yang tadinya telah bercampur dengan darah merah, darah yang
terus menumpuk diatas sandal jepit merahnya.
Lima Tahun berlalu setelah Mamat
mengawini perempuan itu di usia belia, lima belas tahun. Sebagai anak yatim
piatu sebatang kara, perempuan itu tak mungkin menolak lamaran Mamat, lelaki
yang berumur dua puluh lima yang begitu sayang padanya. Dengan berbekal
keterampilan, di bidang bangunan Mamat mampu membiayai hidupnya dan menyewa
sepetak kamar di pinggir kota. Kebahagiaannya semakin lengkap setelah dari
rahimnya lahir seorang anak sehat walaupun pada saat itu usianya baru enam
belas.
Anak laki-laki itu di namainya Zaenal
Muttaqin yang tumbuh sebagai anak yang pintar, cerdas, dan pandai bernyanyi.
Tak teritung do’a dan harapan yang diajukan pada Sang Pencipta demi kesuksesan
masa depan anaknya itu. Dalam pelukan mimpi, sering kali ia melihat anaknya tumbuh menjadi lelaki tampan, terkadang menjadi dokter,olahragawan,bahkan
presiden. Mimpi-mimpi itulah yang menjadi motivasi untuk selalu bersemangat
menjalani hidup meski dililit beban sesulit apapun.
Tetapi mimpi-mimpi itu harus mati dilandas hari. Disuatu senja
yang memerah, burung gagak bertengger di atap kamar kontrakannya.
Berbondong-bondong para tetangga mendatanginya yang sedang memasak agar-agar
untuk pangeran kecilnya. Pak RT memimpin rombongan sambil menggendong Zaenal
mungil yang baru saja berusia 4 tahun itu. Tubuh bocah itu kuyup. Matanya
terpejam bagai putri tidur. Tangannya menggelantung lemas.Tak ada naas. Langit merah mulai menghitam
setelah keriuhan dihantam lantunan Adzan. Air mata membanjir Zaenal mungil telah
pergi dijemput malam. Sungai yang tenang di pinggir kampung terlalu dalam untuk
direnanginya tadi siang. Saat ditemukan tubuhnya telah mengembang bagai perahu.
Di pinggir sungai, sepasang sandal jepit mungil berwarna merah darah kesayangan
Zaenal mungil terbujur bisu.
***
Empat puluh hari setelah kematian zaenal
mungil kesayangannya, perempuan itu selalu melangkah dalam mata kosong diatas
sepasang sandal jepit merah. Hidupnya seakan usai begitu saja setelah cahaya
hatinya pergi dicuri takdir. Tak ada lagi cahaya di dalam hidupnya tak
terkecuali suami yang selama ini dicintainya sepenuh hati. Kematian Zaenal
mungil telah menimbun kebencian di benak mamat masih terngiang di telinga
perempuan itu ketika mamat mencacinya habis habisan setelah tau bahwa buah
hatinya pergi mendahului.
“Berengsek! Istri macam apa kamu? Ceroboh!
tak bisa menjaga anak!”
“Ampun kang! Saya akui saya memang
ceroboh, tetapi ini semua sudah menjadi takdir-Nya. Terimalah kang. Saya
ibunya, saya lebih sedih ketimbang akang. Ma’afkan saya kang!”
“Pergi kamu!”
Perempuan itu memeluk kaki suaminya
sambil menangis hebat penuh penyesalan. Tetapi tak ada ampun dari Mamat.
Perempuan itu di tendangnya. Kepalanya membentur dinding tubuhnya tersungkur
diatas sandal jepit merahnya. Setelah itu ia tak ingat apa-apa lagi. Sandal
jepit merahnya kini dibasahi air matanya.
Alangkah terkejutnya perempuan itu
setelah tau bahwa suaminya berniat untuk mengawini wanita lain, ia hanya
pasrah, berharap kabar itu tidak benar adanya. Dan kalaupun benar-benar
terjadi, ia hanya berharap suaminya mau memaafkan dan tetap mencintainya
seperti lima tahu yang lalu.
Tetapi harapannya kembali usang. Suatu
hari ketika perempuan yang telah diusir suaminya itu bermaksud kembali e
kontrakannya, kamar penuh kenangan itu kosong tak ada yang tau kemana perginya
sang suami harapannya. Ia hanya mendengar kabar bahwa suaminya akan tinggal di
desa asal istri barunya, entah dimana. Seketika hatinya seakan dibanjiri
darah. Darah merah semerah sandal jepitnya. Ia gamang menentukan kelanjutan
langkahnya. Ia hanya melangkah menentukan helai-demi helai angin yang sirna
setelah menyapanya. Ia berjalan menyusuri kehidupan di dialasi sepasang sendal
jepit merah. Entah harus kemana lagi.
***
Berpuluh puluh tahun lamanya perempuan
itu hidup bergantung pada siang dan malam. Ia hanya gelandangan tanpa tujuan
yang hidup dari belas kasihan orang yang lalu lalang di depan tempat duduknya.
Pernah, suatu ketika ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pembantu rumah
tangga. Tetapi bukan sebuah keluarga yang diurusinya, melainkan sebuah tempat
jual narkoba. Bertahun tahun ia hidup di dunia hitam yang dikutukinya
dalam hati. Baginya tak ada jalan lain. Hidup tanpa ijazah pendidikan formal
bagai mendaki gunung tanpa kaki. Mungkin keajaiban Tuhan pulalah yang telah
menghantarkannya pada pekerjaan saat ini. Berkali-kali majikannya sebagai
bandar narkoba, menawarinya sebagai pengedar barang haram tersebut sekaligus
sebagai wanita tuna susila. Tetapi, ia bersikeras walau sebagai pembantu gajinya
sangat kecil. Ia tidak tertarik sedikitpun pada penghasilan yang lumayan besar
seperti yang didapat oleh perempuan cantik yang sering berkumpul dirumah
majikannya itu.
Lama-Lama ia tidak tahan juga,apalagi
setelah sang majikannya memaksa untuk mengikuti keinginannya, yaitu
menjadikannya seorang wanita tuna susila. Ia bertahan dengan pendiriannya dan
pergi meninggalkan istana yang penuh dosa itu. Dengan uang yang dikumpulkannya,
ia membeli sebuah gubuk reyot yang ada di sekitar tempat pembuangan sampah di
kota lain. Disitulah ia memulai kehidupan barunya sebagai seorang pemungut paku
bekas yang tersembunyi di tumpukan sampah yang menggunung. Dan itu berlalu
begitu saja, berpuluh-puluh tahun lamanya.
***
Malam masih menyajikan aroma
kesunyian di sekitar gubuk reyot itu. Bulan pucat memandanginya dari balik
bayang awan hitam. Lampu tempel di dinding kini telah dihinggapi jelaga seiring
dengan malam yang semakin tua. Perempuan itu membasuh kaki kotornya dengan air
dingin. Luka-luka mengering di telapak kakinya bagai prasasti yang menceritakan
kepedihan hidupnya selama ini, selama puluhan tahun. Seiring dengan pergantian
waktu, sandal jepit merahnya yang dulu telah berkali kali diganti dengan sandal
jepit merah baru. Kini sandal jepit merahnya telah banyak di hinggapi lubang
dan bercak darah karena tusukan beling dan paku berkarat, dan ia harus
menggantinya dengan sandal jepit merah yang baru.
Selesai....!!!
> UNSUR INTRINSIK
- Tema ; Kepedihan Hidup Seorang Wanita
- Alur ; Maju-mundur / Alur bolak balik
- Setting/Latar ; TEMPAT>Gubuk reyot, Pinggir kota, Pinggir sungai, Bangku bambu, Kontrakkan, WAKTU>Sore, malam, siang, SUASANA> Sedih, bahagia, iba.....
- Sudut pandang ; Sudut pandang orang ke tiga
- Tokoh/Penokohan ; Mamat>pemarah,tak setia pada pasangan,bajingan, Istri Mamat>Ceroboh,Tegar,Pantang menyerah, Zaenal>pintar,cerdas,pandai bernyanyi, Pak RT>baik hati,bertanggung jawab, .....
- Amanat ; Pikir dengan matang sebelum melakukan tindakan, Jangan menikah di usia muda...
izin copy ya, thanks.
BalasHapusAPA YANG DAPAT DI AMBIL DI DALAM CERPEN INI BOSS
BalasHapusGaya bahasanya apa?
BalasHapusThanks boss
BalasHapusIzin copas terimakasihhh...
BalasHapusUnsur ekstrinsik nya dong
BalasHapusIni gaya bahasanya apa ya
BalasHapusgaya bahasa dan unsur ekstrinsik nya dong kak?
BalasHapus